Di antara perkara mulia yang meyelamatkan kita ialah, berserah diri ( tawakal ) kepada Allah, mencintaiNya, ridha mengenai ketentuaNya, memperbaiki niat kepadaNya, dan mengiklaskan diri kepadaNya lahir dan batin.
Tawakal kepada Allah merupakan peringkat amat mulia yang telah dicapai oleh para ahli yakin, dan merupakan hasil usaha keyakinan itu sendiri.
Prinsip tawakal ialah, keteguhan hati dan keyakinan, bahwa semua perkara bergantung pada tanggan dan genggaman Allah swt. Tidak ada yang mendatangkan suatu madharat atau manfaat, tidak memberi dan tidak menahan, melainkan Allah swt. Kemudian hendaknya hati merasa aman dan tenteram terhadap janji-janji Allah dan jaminanNya, sehingga ia tidak merasa goncang manakala tertimpa kesusahan atau kecelakaan. Sebaliknya ia malah harus mengembalikan dan menyerahkan perkara sepenuhnya kepada Allah swt, baik perkara besar atau kecil. Jika ada ketergtungan kepada manusia, maka yang demikian itu hanya pada lahirnya saja, tidak menyentuh bathinnya. Dan itu akan terjadi sesuai dengan petunjuk perintah Tuhan sebagaimana ditentukan oleh syariatnya.
Syarat tawakal itu tidak harus kosong dari sebab-sebab keduniaan. Malah urusan keduniaan sering bersangkut-paut dengan sebab-sebab yang harus disertai tawakal. Namun demikian, kejadian sepenuhnya tergantung kepada Allah swt, bukan kepada sebab-sebab itu tadi. Tanda kebenaran orang yang bertawakal adalah hendaknya ia tidak menyakini sepenuhnya sebab-sebab keduniaan, ataupun terasa tenteram dengan adanya sebab-sebab tadi.demikian pula ia tidak merasa goncang, manakala sebab-sebab itu tidak ada atau terhalang.
Terkadang seseorang itu kosong dari sebab-sebab keduniaan, tetapi ia tidak dikatakan bertwakal kepada Allah swt, selama ia tergantung dengan sebab-sebab itu, dan menadahkan tangan kepada orang lain untuk mengharapkan belas kasih.
Sebab-sebab keduniaan dibagi dua :
1. Sebab keagamaan
2. Sebab keduniaan
Sebab-sebab keagamaan itu misalnya, ilmu-ilmu yang bermanfaat dan amal saleh yang wajib dikerjakan. Setiap muslim harus menunaikan pekerjaan itu dan mengamalkannya, kemudian menyerahkan segala perkarannya kepada Allah swt, bukan kepada amalan itu sendiri.
Adapun sebab-sebab keduniaan misalnya, segala usaha dan perbuatan yang mendatangkan hasil untuk menopang kehidupan sehari-hari. Sebab-sebab itu tidak boleh di tinggalkan oleh manusia, lantaran ia sangat di butuhkan dalam kehidupan. Jika orang itu dalam kondisi lemah tak berdaya dan tak mampu berusaha mencari rezeki. Atau jika ia memang digolongkan dari hamba-hamba Allah swt. Yang ahli ilmu makrifat dan ahli yakin.
Pokoknya walau bagaimana seseorang tidak boleh meninggalkan sebab-sebab mencari rizki untuk menyambung kehidupannya, kecuali jika ia memang dalam keadaan lemah tak berdaya atau jika ia dikhususkan untuk suatu tugas tertentu. Haram hukumnya seseorang duduk menganggur dan enggan bekerja, padahal ia mampu bekerja dan butuh mata pencarian untuk menghidupi dirinya sendiri, anak istrinya, kaum keluarganya, agar tidak tersia-sia dan meminta-minta kepada orang lain, dan mengharap-harapkan sesuatu yang ada di tangan orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar