Dalam buku As-Sholah, Perjalanan Menuju Allah penulisnya bapak Imam Sutrisno, menjelaskan beberapa makna sangat penting usaha dan cara kita menjalankan ibadah sholat.
Disini saya cuplik beberapa alur yang sangat membantu sekali dalam berkaitan dengan ibadah sholat, mudahan pengarang mengijinkan dengan iklas, karena saya memuat tanpa seizin beliau. Saya mendoakan semoga amal ibadah dalam pemikiran tersebut mendapat imbalan yang terbaik dari Allah.
1. Makna proses pembersihan dalam wudhu dan sasaran tujuannya :
Wudhu merupakan sebuah proses
pembersihan lahir dan batin, penyucian jiwa di lembah Istighfar.
Sadarilah bahwa air yang
begitu agung rahasianya diciptakan Allah Azza wa Jalla sebagai wasilah melalui
perenungan, "menghidupkan" kejernihan, kelembutan, kesucian, keberkahan
dan kelembutan percampurannya. Hidupkanlah lahir dengan kesucian, dengan berkahnya
dijauhkan dari kemalasan, kelemahan dan rasa kantuk dalam diri. Hidupkanlah
batin dengan perenungan tentang tempat bermula (mabda'), tempat berakhir
(muntaha'), tempat kejadian (mansya') dan tempat kembali (marja').
Sebuah alinea yang begitu
agung dan indah merupakan tujuan puncak dari harapan para 'arif terdapat dalam
Al Munajat asy Sya'baniyyah :
"Illahi, berilah aku keterputusan yang sempurna (dari segala
sesuatu agar dapat menghadap) kepada-Mu ; terangilah mata hati kami dengan
kilau pandangannya kepada-Mu hingga mata hati itu dapat membakar tabirtabir cahaya,
lalu ia sampai pada mutiara keagungan, dan ruh kami menjadi terikat pada
kemuliaan kudus-Mu”.
2. Makna proses dalam menutup aurat dan sasaran tujuan akhirnya :
Menutup aurat merupakan salah satu
syarat syahnya seseorang, tidak bisa dikatakan sah, bila aurat tidak tertutup.
Firman Allah SWT :
“Hai Anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah
di setiap
(memasuki)
masjid” ( Al A’raf : 31 )
Pakaian terindah bagi kaum
mukmin adalah taqwa, sedangkan pakaian ternikmat adalah iman. Sedangkan yang
terbaik adalah yang tidak membuat lalai dari Allah Azza wa Jalla, bahkan mendekatkan
kepada syukur, dzikir dan ketaatan kepada-Nya, bukan pakaian yang membuat
bangga diri, riya, terlebih lagi sombong. Imam Ash Shadiq a.s. berkata :
“Apabila engkau mengenakan pakaianmu, maka ingatlah tabir Allah Ta’ala
yang menutupi dosa-dosamu dengan rakhmatNya. Tutuplah batinmu dengan kebenaran,
sebagaimana engkau menutup lahirmu dengan pakaian. Jadikanlah batinmu berada
dalam tabir ketakutan dan lahirmu dalam tabir ketaatan”.
“Pikirkanlah karunia Allah Azza wa Jalla yang telah menciptakan
bahan-bahan pakaian untuk menutupi aurat lahiriah, yang membuka pintu-pintu
tobat untuk menutupi aurat batin dari dosa-dosa dan akhlak buruk. Jangan membuka
aib siapapun, karena Allah telah menutup aibmu, itu lebih baik.”
Dzhohir
kita dalam menutupi aurat mempergunakan pakaian yang memenuhi kriteria suci
dari hadats dan suci dari status kepemilikan, artinya pakaian yang dipakai
halal adanya. Apabila dua kriteria tersebut tidak terpenuhi maka secara hukum
Shalat kita tidak sah.
3. Makna proses batin dalam menghayati shalat agar tercapai sasaran tujuannya :
Menurut Imam Ghazali, Kehadiran Hati
dalam Shalat adalah Mengosongkan hati dari hal – hal yang tidak boleh
mencampuri dan mengajaknya berbicara, sehingga pengetahuan tentang perbuatan
senantiasa menyertainya dan pikiran tidak berkeliaran kepada selainnya. Selagi
pikiran tidak terpalingkan dari apa yang tengah ditekuninya sedangkan hatinya
masih tetap mengingat apa yang tengah dihadapinya dan tidak ada kelalaian di
dalamnya maka berarti telah tercapai kehadiran hati.
Kehadiran hati merupakan ruh . Batas
minimal keberadaan ruh ini ialah kehadiran hati pada saat takbiratul ihram.
Bila kurang dari batas minimal ini berarti kebinasaan.
Fakta menyatakan, bahwa shalat yang
khusyu’ ( kehadiran hati ) merupakan hal yang tidak mudah, dan termasuk barang langka
di jaman ini, padahal “kelalaian dari mengingat Allah” sebagai manifestasi
ketidakhadiran hati, hanya akan mendapatkan, apa yang disebut Rasul sebagai “letih
dan payah”. Rasululloh SAW, bersabda : “Betapa banyak orang yang menegakkan
shalat hanya memperoleh letih dan payah” (HR.Nasai).